E-BOOK / Electronic Resource
Aku ingin sekolah: kisah anak Suku Sakai
Orang Sakai hidup secara berpindah-pindah. Biasanya mereka memilih lokasi di sekitar hutan berawa-rawa. Wilayah keberadaan suku Sakai di Riau ialah di antara daerah aliran Sungai Mandau yang bermuara ke Sungai Siak sampai ke wilayah orang Bonai di sekitar Sungai Rokan.
Kisah ini tentang Langai, anak suku Sakai. Ia seorang remaja laki-laki berusia lima belas tahun, tetapi ia belum bersekolah. Belum bisa membaca dan menulis.
Langai adalah anak suku asli di Riau. Ada yang menyebut suku asli dengan nama suku terasing atau suku pedalaman. Sebab, biasanya mereka hidup terasing di tengah hutan rimba atau pelosok yang jauh dari masyarakat yang sudah tersentuh kemajuan.
Menurut sejarah, Sakai merupakan percampuran antara orang-orang Wedoid dengan orang-orang Melayu Tua. Pada zaman dahulu penduduk asli yang menghuni Nusantara adalah orang-orang Wedoid dan Austroloid, kelompok ras yang memiliki postur tubuh kekar dan berkulit hitam. Mereka bertahan hidup dengan berburu dan berpindah-pindah tempat.
Sampai suatu masa, kira-kira 2.500–1.500 tahun sebelum Masehi, datanglah kelompok ras baru yang disebut dengan orang-orang Melayu Tua atau Proto-Melayu. Mereka pun menetap di Nusantara.
Gelombang migrasi pertama ini kemudian disusul dengan gelombang migrasi yang ke-2, yang terjadi sekitar 400–300 tahun sebelum Masehi. Kelompok ke-2 ini lazim disebut sebagai orang-orang Melayu Muda atau Deutro-Melayu.
Orang-orang Melayu Muda memiliki penguasaan teknologi bertahan hidup yang jauh lebih baik. Mereka berhasil mendesak kelompok Melayu Tua.
Orang-orang Melayu Tua yang tersisih ini kemudian berpindah ke pedalaman. Lalu bertemu dengan orang-orang dari ras Wedoid dan Austroloid. Hasil percampuran antara keduanya inilah yang kemudian melahirkan nenek moyang orang-orang Sakai.
Selengkapnya: Aku Ingin Sekolah, Kisah Anak Suku Sakai
Tidak tersedia versi lain